Berpikir Lateral Dalam Menjawab Soal Asesmen Nasional

 BERPIKIR LATERAL DALAM ASESMEN


Berpikir Lateral (Bagian I)

suksesasesmen.id | Admin--Di tahun 1967 ada sebuah buku yang menarik untuk kita ulas. Buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia  oleh Binarupa (Jakarta,1991) ini berjudul The Use of Lateral Thinking ‘Penggunaan Berpikir Lateral’. Penulisnya adalah seorang psikolog bernama Edward De Bono. Buku yang sampai sekarang masih relevan dipelajari ini berbicara tentang bagaimana memaksimalkan kinerja otak. Apalagi, dalam kajian psikologi pendidikan, buku ini menjadi salah satu referensi klasik untuk mendesain pembelajaran yang menempatkan partisipan pembelajaran, baik guru maupun murid, sebagai subjek-yang-mengetahui.

Seperti kita ketahui,  dalam kehidupan sehari-hari kegiatan berpikir dapat berhubungan dengan abstraksi atas pengalaman nyata atau khayal. Kegiatan berpikir yang menggunakan  prinsip, hukum, atau dalil untuk memperoleh pengetahuan dengan benar kemudian lebih dikenal dengan istilah bernalar.   Jadi, tidak semua kegiatan berpikir dengan semestinya adalah bernalar. Berpikir dengan menggunakan hukum berpikir yang disepakati kebenarannya yang kemudian disebut dengan bernalar. Peletak dasar hukum berpikir, kita tahu, sudah ada sejak 4 abad SM, yakni tiga serangkai guru-murid bernama Socrares, Plato, dan Aristoteles.

Demikianlah kita mengenal nalar dan proses berpikir dengan nalar (penalaran). Kita mengenal pengetahuan ini dengan istilah filsafat yang menjadi induk semang pengetahuan universal dengan berbagai objek kajian yang kita sebut dengan ilmu. Kita mengenal terapan atas hukum-hukum universal itu dengan nama teknologi dan seni. Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni menjadi lokus sejarah pengetahuan manusia dalam memahami diri dan lingkungannya.

Namun demikian, warisan berpikir yang ketat dan logis-positivistik ini sering mengalami kebuntuan dalam memecahkan permasalahan hidup, bahkan mungkin dalam perkara sepele. Kenyataan ini yang menginspirasi buku ini ditulis. Bono mengenalkan dua konsep (baca: pola atau cara) berpikir, yakni berpikir vertikal dan berpikir lateral. Pola berpikir vertikal adalah pola berpikir logis konvensional yang selama ini kita kenal dan umum dipakai. Pola berpikir ini dilakukan secara tahap demi tahap berdasarkan fakta yang ada. Tujuannya mencari berbagai alternatif pemecahan  masalah.  Harapan akhirnya,  kita bisa memilih  alternatif  yang   paling   mungkin menurut logika normal (deduksi dan induksi).  Kita mengenal pola berpikir ini dengan prosedur deskripsi, analisis, dan interpretasi atas objek atau pengalaman (logika induksi) dan (hipo)tesis, argumentasi, deskripsi (logika deduksi).

Sementara itu, pola berpikir lateral tetap menggunakan prosedur induksi atau deduksi. Sebagai contoh, dalam prosedur induksi, deskripsi dilakukan untuk mengenali  objek, analisis dilakukan untuk mengelompokkan bagian-bagian objek berdasarkan persamaan dan perbedaan, dan interpretasi dilakukan untuk menarik pernyataan generatif atau  sebagai pemecahan masalah sesuai dengan hasil akhir yang diinginkan. Namun, berpikir lateral, secara kreatif (dengan loncatan acak melampaui cara berpikir tahap demi tahap) berusaha mencari alternatif pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang yang paling mungkin mendukung hasil akhir tersebut. Tidak mengherankan jika pola berpikir lateral sering muncul dalam berbagai penemuan baru dan terobosan dalam ilmu pengetahuan.

Bono menganggap bahwa kedua pola berpikir ini ekuivalen dengan (1) kemampuan kognitif yang inhern dimiliki kita sebagai seperangkat pengetahuan yang melekat pada diri dan (2) keterampilan berpikir dengan atau tanpa kesadaran untuk ke luar dari pola berpikir yang melekat pada diri (thingking out of the box). Yang menarik, berpikir lateral yang sejajar dengan keterampilan berpikir, bagi Bono, adalah daya berpikir yang bisa dibentuk dan dilatih dengan kesadaran dan pembiasaan. Dengan kata lain,  daya kreativitas kita dalam berpikir pun dapat dibentuk dan dilatih. ***

Post a Comment

أحدث أقدم